Realisme social sesuai dengan namanya adalah realisme yang didasarkan pada tujuan sosialisme. Watak realisme social adalah militansi sebagai ciri tak kenal kompromi dengan lawan. Bukan saja tampak dari militansinya terhadap kapitalisme yang dihadapinya sehari-hari, tapi lebih jauh lagi adalah juga militansinya dalam mempertahankan dan mengembangkan anti kapitalisme internasional. Realism social tak pernah kompromi dengan musuh-musuhnya, karena jika tidak ia akan menyalahi hukum sosialis sendiri. Pada segi lain, watak ini tampak pada semangat yang diberikannya pada rakyat, pengungkapan paedagogik dan sugestif, ajakan dan dorongan untuk lebih tegap dan perwira menegakkan keadilan merata, untuk maju, untuk melawan dan menentang penindasan dan penghisapan serta penjajahan nasional maupun internasional. Bukan saja berdasarkan emosi atau sentimen tapi juga berdasarkan ilmu dan pengetahuan, terutama memberanikan rakyat untuk melakukan orientasi terhadap sejarahnya sendiri. Realisme social selamanya pedoman berjuang karena kemungkinan baru harus direbut. Realitas-realitas yang tak memenuhi zaman bukan saja harus dirombak dan diubah, tapi harus diberikan realitas baru sebagai jawabn atas tantangan zaman. Ia bergerak terus-menerus memperlihatkan kontradiksi-kontradiksi social yang bekerja dalam masyarakat. Pokok pandangan itu merupakan terusan dari filsafat materialisme dalam karya sastra yang dicarik dari pandangan sosialisme ilmiah (materialism-dialektik-historis – MDH). Kemampuan melihat kontradiksi itu membawa pada ketidak bingungan ketika menghadapi kompleksitas masalah dalam masyarakat. Kontradiksi yang dimaksud adalah “kontradiksi structural pundamental” dalam kehidupan social antara kelas pengisap dan terhisap, kelas tertindas dan penindas serta golongan-golongan yang terlibat didalamnya. Realisme social mempertegas pemihakannya atas kelas paling dirugikan dalam struktur dialektika masyarakat.
Tetapi sebagai teori yang berdasarkan MDH sebagaimana diperingatkan penulis Rusia terkemuka Simonov, wajib adanya menghindari dogmatism.
…Kita tidak membutuhkan realisme yang dogmatis, apa yang dibutuhkan adalah realisme social yang berkembang, kreatif, yang diperkaya dengan muatan-muatan baru dan pengertian baru yang menyingkapkan isi tersebut. Kita tak hendak mengijinkan kaum dogmatisme mengubah realisme social menjadi faham yang mati dan akan mengkritik usahan-usaha yang menyeleweng dan menganggap diskursus-diskursus serta perdebatan-perdebatan sehat sebagai realisme social yang runtuh…
Karena itulah realisme social merupakan kelenturan membaca kekinian dan kelampauan, mengambil yang lampai dengan memberi muatan baru dengan pikiran yang progresif dan revolusioner. Revolusioner dalam definisi Nyoto adalah “tidak patah hati dalam menyongsong rintangan, menjumpai kesukaran, mengalami pasang surut bahkan “kekalahan” sementara sekalipun. Wallahu alam…
1-5-1. LEKRA Tafsir Ke 5
Realisme Sosial dan Romatik Revolusioner
Senin, 02 November 2009 Diposting oleh Jasman al_Mandary di 23.16 0 komentarAPRESIASIWACANA: BUDAYA MODERN (Suatu Analisis Kritis)
Diposting oleh Jasman al_Mandary di 07.35 0 komentar
Langganan:
Postingan (Atom)