MENYOAL PROBLEMATIKA PERADABAN MODERN

Rabu, 05 Agustus 2009
Jasman al-Mandary

A.Pengantar
Dominasi pandangan ilmiah modern (Barat) telah begitu dalam merasuki pola pikir keilmuan kita, sehingga kita tidak merasakannya lagi sebagai sesuatu yang asing apalagi aneh dalam pandangan keilmuan kita. Begitu dalam penetrasi pandangan ilmiah modern kedalam intelektual kita, sehingga banyak diantara kita kemudian menganggap inilah satu-satunya pandangan keilmuan non-Barat. Pandang ilmiah barat yang lahir dan berkembang dalam setting kultural dan idiologis yang berbeda itupun telah dianggap dan diadopsi secara tidak keritis sebagai pandangannya sendiri, bahkan kadang dengan nada kefanatikan yang kental.
Berbagai pertentangan yang dihasilkan oleh pemikiran budaya Barat membawa pada sebuah kesimpulan, bahwa pandangan dunia yang dihasilkan selama ini terpecah-pecah setidaknya pandangan ini dilontarkan oleh Capra. Pandangan dunia ala Descartes yang mekanistik yang kemudian sedikit banyak mempengaruhi pemikir-pemikir besar zaman berikutnya telah berpengaruh kuat pada semua ilmu dan cara pikir kita. Metode ilmiah yang dipakai selama ini telah menghasilkan metode mekanistik dalam berinteraksi. Capra dalam tulisan pendahiuluanya untuk bukunya The Tao Of Physis, mengemukakan ide bukunya dari pengalaman mistis yang ia rasakan saat duduk-duduk sore ditepi pantai, menyaksikan deburan ombak serta merasakan nafasnya yang seirama dengan keseluruhan lingkungan hidup. Berawal dari pengalaman romantik ini, ia berhasil membawa arah baru dalam dunia fisika yang ia tekuni, menggugat peradaban modern yang membawa kehancuran serta menciptakan visi baru dengan melibatkan pemikitan timur.
Pada kondisi kekinian dimana peradaban Barat telah mencapai titik puncaknya dan telah tampak gejala-gejala bahwa peradaban tersebut telah mengalami titik baliknya tang signifikan sebagaimana terlihat dari pandangan ilmiah Barat yang saat ini tengah mengalami perubahan-perubahan radikal dan fundamental.

B.Karakteristik Peradaban Modern
Menurut Dr. Muliadi Kertanegara, ciri khas dari peradaban modern yang paling fundamental ada dua, yaitu ‘rasionalitas’ dan ‘empirisme . Kedua unsur fundamental ini selama berabad-abad telah membentuk mental manusia modern menjadi ‘rasionalisme’ dan juga empirisme. Berbicara tentang rasionalitas dalam konteks peradaban modern, tentu kita tak bisa melupakan salah seoran tokoh, seorang fiolsof kenamaan dari Prancis. Rene Descartes yang dikenal dengan bapak filsafat modern. Ungkapannya yang terkenal Cogito ergo sum telah memberikan tekanan yang kuat pada rasio sebagai alat untuk mengenal realitas.
Rene Descartes dikenal sebagai pendiri rasionalitas barat dan itu populer pada masa pencerahan (aufklarung). Gerakan pencerahan ditandai oleh kepercayaan pengikutnya terhadap rasionalitas atau akal dan penolakan mereka terhadap hal-hal yang ir-rasionalitas atau mitologi. gerakan ini, melibatkan tokoh-tokoh besar seperti Imanuel Khant dan Hegel. Pada saat itu, banyak yang mempertanyakan mitos-mitos dalam agama kristen yang dipandang tidak rasinal. Karena itu takheran jika dikemudian hari seorang pembaharu Protestan Karl Bultmann merasa perlu untuk men-demitologisasi agama keristen agar agama tersebut dapat diterima oleh masyarakat modern yang begitu rasional.
Dengan pola peradaban modern yang mengedepankan rasionalitas yang mereduksi bidang ilmiah hanya pada dunia empirit, maka ini sangat berpotensi untuk melecehkan agama dan status keilmuan ilmu-ilmu agama.
Bentuk pelecehan egama ini misalnya dapat dilihat dari pernyataan Aguste Comte, yang menyatakan bahwa, agama merupakan rekayasa manusia pada tingkata atau tahap primitif ketika manuisa belum lagi mampu mengembangkan kapasitas rasionalnya, sedangkan science meruakan pencapaian manusia paling akhir dan paling canggih dengan fokus pada dunia material. Hal serupa juga dapat dilihat dari tulisan Sigmund Freud dalam bukunya The Future of an Illution bahwa ajaran-ajaran agama akan segerah ditinggalkan oleh masyarakat modern karena ketidak rasionalannya. Ia menyebut agama sebagai ilusi dan meramalkan agama akan bernasib malang dimasa depan karena ir-rasionalitasnya. Lebih dari itu, ia mengajukan bahwa etikas jika masih dibutuhan jangan disandarkan pada nilai-nilai agama, kalau tidak maka etika akan ditinggalkan bersama dengan agama.
Akibat dari penekanan terhadap rasionalitas oleh masyarakat barat modern, maka unsur-unsur non-rasional seperti yang banyak ditemukan dalam agama dan mistisisme cendrung ditolek sebagai ilusi atau halusinasi. Wahyu yang pada dasarmya diterima melalui intuisi (hati) ditolak otoritasnya, nabi sering dianggap sebagai psikopat yang mengalami ganguan jiwa.
Ciri kedua dari peradaban modern, yaitu ‘empirikal’ keberpihakan metode ilmiah Barat terhadap materialitas bisa dilihat dari apa yang disebut oleh Holmes Roston III sebagai ‘revolusi penjelasan’ ilmiah dimana telah terjadi perubahan yang cukup radikal dalam penjelasan ilmiah dengan menekankan hanya pada dua sebab (dari empat sebab Aristotelian), yaitu sebab efisien dan sebab material, dengan meninggalkan sebab-sebab formal dan final. Dengan demikian science modern hanya ingin meneliti fakta dan meninggalkan makna, lebih menekankan hal-hal empiris daripada non-empiris karena hanya yang bersifat empirik menurut mereka yang dapat di ukur dan di hitung, bahkan Galileo pernah mengatakan, bahwa hanya fenomena-fenomena yang bisa dihitung, yang bisa dimasukkan dalam domain science. Ini berarti, setidaknya menurut Laing, dalam science pasca Galileo, apa saja yang tak bisa dihitung itu tidak real (nyata), disini kecendrungan science pada kuantifikasi fakta yang tentu saja dapati pula kecendrungannya yang kuat pada tokoh sentral peradaban medern, Rene Descartes. Menurut Sayyed Hossein Nasr, Descartes telah mereduksi realitas-realItas eksternal yang begitu kaya kepada angka-angka dan filsafat alam kepada natematika.
Kecendrungan rasionalitame dan empirisme ini telah melahirkan apa yang dikenal dengan istilah positivisme, dimana segala sesuatu direduksi kedalam denda-benda material semata. Hal ini ternyata membawa dampak yang sangat besar terhadap paradigma ilmu pengetahuan modern yang selanjutnya melahirkan pandangan dunia materialisme mekanistik dan menolak nilai-nilai transedensi dan imanensi.

C.Penutup
Dari beberapa uraian tersebut, dapat kiranya ditarik kesimpulan : Pertama, bahwa pandangan yang mendominasi peradaban modern selama ini adalah rasionalisme dan materialisme. Pengaruh ini tampaj helas pada tergesernya nilai-nilai religius dan tealitas-realitas metafisik ke pinggiran lesadatan manusia modern, yang relah menimbulkan apa yang disebut Sayyed Hossein Nasr sebagai krisis spritual manuisa modern. Rasio atau akal telah dijadikan ukuran jitu untuk mengukur apakan sesuatu itu real atay hanya sebuah halusinasi. Freud pernah berseru, “dari pada menyembah tuhan yang pikiran manusia ciptakan, lebih baik kita hadapi dunia dengan gagah dan rasional”. Sedangkan pengaruh materialisme dapat kita lihat dari pemihakan sciense modern terhadap hal-hal yang bersipat positivistik. Sebuh disimplin ilmu baru dikatakan saintifik, bila objek-objeknya bersiat empiris sehingga bisa di ukur dan diobservasi secara indrawi.
Kedua, rasionalisme dan empirisme seperti yang tersebut diatas terjnyata mempunyai akar gistorisnya pada pandangan dan penemuan Descartes dan Newton yang delakangan hari menimbulkan sebuah pandangan ilmiah yang disebut “Cartesian-Newtonian paradigm”

0 komentar: